Meranggas Kisah Fabregas
Ada pizza di kepala Sir Alex Ferguson.
Mengemuka kisi-kisi pertama: Pelakunya bukan orang Inggris atau Prancis. Beberapa tahun berselang, pemuda yang telah berubah menjadi laki-laki dewasa itu mengaku juga.
Dalam sebuah kuis, dia berteriak lantang: “Saya yang melakukannya!
Tentu bukan itu semata yang patut kita kenang dari sosok seorang Cesc Fabregas. Terlalu mudah mengeja apa saja yang dia lakukan sebagai pesepak bola.
Profilnya ditulis pada rubrik ‘rising star’, lalu pindah ke ‘profil bintang’ tabloid mingguan. Status ‘anak ajaib’ berganti menjadi ‘mega bintang’.
Dia memberi pernyataan tegas lewat penampilan gemilang saat menjungkalkan Patrick Vieira yang mudik ke Highbury. Berseragam hitam-putih, kapten The Invicibles bertekuk lutut di hadapan Cesc muda nan rupawan.
Dia pemilik nomor 57, 15, lalu 4. Dari potongan rambut mullet sampai spike. Dari berbagi lapangan dengan Quincy Owusu-Abeyie dan Philippe Senderos yang bersahabat, sampai menggila bersama Robin van Persie dan Samir Nasri.
Isi hatinya tahu betul sunyi macam apa yang melanda saat klub memutuskan hijrah ke stadion baru. Dari situasi dekat dan intim yang penuh prestasi, berganti luas dan berjarak memanen sepi.
Sampai sekarang, belum kunjung ada pesta juara piala bergengsi di atas rumput stadion pengganti Highbury.
Dahulu katanya ada mitos soal nomor punggung 10 bagi La Furia Roja. Siapapun yang mengenakan, magis permainannya hilang.
Fabregas tidak percaya. Biar mantan kolega, almarhum Jose Antonio Reyes yang terakhir kena tulah. Sedari 2008 sampai 2012, kita tahu torehan tinta emas tebal sepak bola tertoreh untuk siapa. Tatkala sejarah dan rekor tercipta, kejeniusan Fabregas selalu ikut serta.
Dalam suatu parade, Pepe Reina terlampau konyol memakaikannya seragam Barcelona. Warga London Utara juga paham dia pemuda lokal Catalonia. Sebelum berumur 16, hanya sekitar Barcelona tempatnya tinggal.
Apa yang tercipta kemudian saga. Tentang kisah pulang dan berganti seragam Blaugrana.
Tidak ada yang bilang dia seorang plin-plan, tapi kecewa juga melihat masa baktinya berakhir singkat. Digadang sebagai pengganti Iniesta atau Xavi, malah dia yang lebih dulu pergi.
Tiba saat baginya meyakini diri tidak perlu berlama-lama mudik ke kampung halaman. Mencuri perhatian publik tepat sebelum Piala Dunia 2014 tergelar dengan bergabung ke… Chelsea.
Banyak prestasi, tapi terakui sinarnya perlahan redup. Dua kali juara Premier League sembari menyediakan panggung utama untuk Eden Hazard. Melanjutkan torehan jumlah asis terbanyak Premier League untuk tetap berada di bawah nama Ryan Giggs.
Tahun-tahun selanjutnya semacam penyambutan masa pensiun. Mencari kesempatan tepat, sekaligus mengintip peluang hidup macam apa setelah gantung sepatu.
Orang Indonesia paham apa yang sedang terjadi di Como saat ini. Sebagaimana kita mengingat laga Fabregas & Friends pada 2011 sembari mempromosikan biskuit anak kuat.
Waktu berlalu tanpa terasa dia telah pensiun dan menapaki karier kepelatihan. Dari muda sampai tua, kita mengikuti kisah Cesc semakin dalam. Memimpin Como yang kembali ke Serie-A setelah absen sekian lama.
Walau sosoknya seperti sering salah pilih ambil keputusan. Meski dia tampak pernah keliru ambil rute perjalanan. Namun, biarlah selamanya dia terkenang brilian.
Ada pizza di kepala Sir Alex Ferguson, ada rekor tidak terkalahkan yang belum terpecahkan.
Tanpa perlu sesal, Fabregas genggam hidup ragam pengakuan.
—
P.S.: Berikan dukungan langsung kepada penulis melalui nomor rekening Jenius 90110070713 a.n Rahman Fauzi.